“Mau ta’aruf? Ogah! Ntar di poligami...”
Pernyataan yang menggelitik hati ini meluncur dengan polosnya dari bibir adik perempuanku satu-satunya....
Spontan, aku yang sedang mengerjakan sesuatu dengan komputerku, menghentikan sejenak pekerjaanku dan tertawa sendiri di depan komputer. Naluri ‘penulis’ ku pun mulai berjalan dan secara spontan saja ingin menanggapi pernyataan yang naif dan polos itu.
Pernyataan ini keluar dari mulutnya saat sedang ‘ngobrol ringan’ dengan mama, tentang pacaran-dan nikah.
Kenapa juga adikku bisa mengaitkan Ta’aruf dengan poligami?
Apa karena orang yang melakukan pernikahan dengan berta’aruf itu dimata adikku adalah orang yang lebih paham agama? Dikaitkan dengan, “orang yang biasanya berpoligamai justru orang yg secara kasat mata paham agama?”
Ya, setelah ku fikir-fikir (dengan fikiran awam ku tentunya...), seingat ku, sepengetahuanku, yang melakukan poligami istu memang kebanyakan orang yang identik dengan ‘orang yang mengerti agama’. Secara kasat mata, orang itu biasanya memiliki pengetahuan agama yang lebih dibandingkan orang lain. Sebut saja para ulama, yang banyak berpoligami. Rasanya bisa dihitung dengan jari, ulama yang tetap setia dengan satu istri.
Teringat obrolanku dengan mama, beberapa hari yang lalu tentang aa gym. Mama berkata :
“katanya istri muda aa gym nggak akur sama teh ninih, makanya istri mudanya dipindahkan ke Jakarta. Sayang ya, aa gym poligami. Rasanya dunia runtuh waktu dia poligami. Nggak ada lagi orang yang kata-katanya menyejukkan hati. Rasanya kita yang biasa denger ceramahnya ini, seperti dilempar kotoran manusia. Dia yang biasa menyejukkan hati dengan kata-katanya yang indah, ternyata nggak bisa jaga hati juga...”
Hyah... klo menurut aku pribadi sih, tetep sama dari dulu. Jaman gini, poligami dengan dalih ‘sunnah Rasul’ Cuma dilakukan oleh laki-laki yang nggak bisa mengendalikan hawa nafsunya...
Klo emang mo menjalankan sunnah, poligaminya ya klo istri pertama udah meninggal dong... kan Rasul juga poligami setelah bertahun-tahun Khadijah meninggal... Bukan begitu?
Sunahnya juga, yg dinikahin itu janda yang suaminya jadi korban perang, bukannya nikah sama perempuan yang jauh lebih muda dan jauh lebih cantik dari istri pertama.... btul bgitu?
Lagian, koq para suami itu tega ya mau poligami. Nggak inget apa dulu sebelum nikah tu PDKT nya susah? Dapetinnya susah? Perjuangannya untuk nikah itu berat?
Nggak inget apa susahnya membangun keluarga waktu awal-awal nikah, saat keuangan belum mapan, istri yang selalu setia mendampinginya itu gimana perjuangannya...
Nggak inget apa, perjuangan antara hidup dan mati istrinya waktu melahirkan anak mereka ke dunia ini?
Hmmhhhh anyway... Ada satu quote yang aku suka:
“Kalau saja laki-laki tahu rasanya hamil dan melahirkan, pasti mereka nggak akan selingkuh, apalagi poligami!” J
Bekasi, 18 Maret 2008
No comments:
Post a Comment