Tubuh mungil itu berjalan tertatih...
Rambut kusutnya berantakan
Mata setengah ‘sadar’
Celana krem selutut, kaos merah terang
Tak menjadikan keadaannya tampak lebih ‘layak’
Di dalam bus kota model jepang,
Dari ibukota menuju daerah penyangganya
Beberapa amplop lusuh dalam genggamannya
Satu persatu ia bagikan pada para penumpang bus
Tak ramai saat itu..
Namun cukuplah membuat gadis mungil itu kewalahan
Menjelajahi bus dari depan, hingga ujung belakang
Jalannya sempoyongan
Ditambah lagi laju bus yang tak karuan
Beberapa kali ia nyaris terjatuh karenanya
Namun, berkali-kali itu pula ia mampu bertahan
Miris hatiku mengamati
Si mungil yang tak mampu menyembunyikan kantuknya
Gadis kecil yang seharusnya sudah nyenyak dalam buaian
Justru masih berada di jalan
Mengarungi derasnya kehidupan
Sari, nama gadis mungil itu.
Ia membuat kami terpesona. Aku dan kedua temanku tak habis fikir.
Betapa anak se kecil itu (berusia 4 tahun)
Diatas pukul 10 malam masih mencari nafkah di jalan.
Kantuk yang mendera, tak dihiraukannya. Ku rasa, yang difikirkannya hanya satu: “Tugasku bagi-bagi amplop, sementara kakakku bernyanyi”.
Ya, memang, si mungil tak sendiri.
Eka, sang kakak yang tak kalah imutnya, tak sungkan bernyanyi
Sambil memainkan sendiri gitarnya.
Suaranya boleh juga...
Serak-serak basah, berkarakter, khas Indonesia
Setelah selesai melakukan aksi ‘panggung’ nya,
Si mungil kembali menarik amplop dari para penumpang
Lalu, terjadilah saat itu...
Saat dimana aku diperlihatkan,
Betapa anak kecil, yang ku kira lemah
Ternyata memiliki kekuatan tuk ‘survive’ yang luar biasa
Luar biasa...
Aku dan temanku terkagum dibuatnya
Ketika posisi gadis kecil ini di tengah-tengah bus
Dalam posisi dimana tangannya tak kan mampu
Menggapai sesuatu tuk dijadikan pegangan
Bus berguncang cukup keras
Dan bisa ditebak
Si mungil yang sudah lelah plus ngantuk ini
Semakin sempoyongan saja posisinya
Tapi ditengah guncangan itu
Anak yang terlihat sangat lemah seperti dia
Mampu bertahan
Tanpa berpegang pada apapun
Dia hanya mengandalkan kekuatan kakinya, kurasa...
Beberapa kali terguncang
Miring kanan miring kiri
Nyaris jatuh ke depan & ke belakang
Tapi nyatanya
Dengan sedikit gurat senyum di wajah lugunya
Ia mampu bertahan...
Hingga sang kakak ‘menyelamatkannya’
Dan menariknya ke tepi dekat bangku penumpang
Aku dan temanku terkagum-kagum menyaksikan adegan itu
Sang kondektur bus ikut nimrung
“Yah, namanya juga udah terbiasa dari kecil turun-naik bis”, ujarnya
“Rumahnya dimana, dik?” ujarku
“Di Perumpung,” ujar Eka, sang kakak.
Reflek, ku tak kuasa menahan diri
Tuk membelai lembut kepala mungil itu
Belaian.... Yah... belaian...
Mungkin mereka jarang sekali ya, merasakan belaian di kepalanya...
Sementara kepala mereka selalu di jejali
Pemikiran tuk bertahan hidup di dunia yang keras.... dan tak ramah
Bergelenglah kepalaku...
Tak habis pikir...
Betapa kejamnya dunia ini
Hingga membuat anak-anak ini
Berjuang mengarungi hidup yang begini keras...
Sekitar pukul 22 lewat saat itu...
Di pinggiran Uki...
Bisa disaksikan dengan mata-kepala sendiri
Betapa banyak anak seusia mereka
Masih berada di jalan
Dengan peralatan ‘tempur’ nya
Gitar dan alat musik lainnya...
Sejurus kemudian,
Pemikiran apatis ku mencuat ke permukaan
Ah...Indonesiaku...
Beginilah cerminan bangsaku....
Bekasi, 22 mei 2008
00.50 WIB
-Elfira Rosa J-
No comments:
Post a Comment