12/04/2009

Belajar dari Orang Kecil

Orang kecil hanya peduli pada hal-hal kecil sehari-hari. Orang kecil peduli
pada bagaimana menghidupi keluarga sehari-hari.


Orang kecil juga lebih banyak diam daripada bicara. Berdiam diri tanpa
mengomentari kelakuan orang lain, terutama yang jelek-jelek. Orang
kecil hanya mau bicara soal yang baik-baik saja. Ia merasa kecil,
tidak penting dan tidak istimewa. Ia merasa tidak berhak dan tidak
mampu menilai. Ia hanya mampu memendam kekecewaan dan ketidaksenangan
dalam dirinya sendiri.
Orang lain boleh saja berbuat tidak benar, tetapi saya harus
bertindak benar.


Menjadi orang kecil itu seperti kelinci, yang puas dengan tersedianya rumput
di sekitar hidupnya. Makan juga tidak berlebihan, baik takaran maupun
kualitasnya. Ia bahagia dengan kekecilannya, ketidakpentingannya.
Hal-hal kecil sudah cukup membuatnya bahagia. Misalnya mendapat
kelebihan uang belanja di akhir bulan.


Tidak penting dan tidak tercatat itulah dasar hidup orang kecil. Tidak
risau karena tidak kaya. Tidak risau karena tidak pegang kekuasaan
apapun. Tidak risau karena dianggap orang bodoh. Orang kecil hanya
risau kalau berbuat “tidak baik dan tidak benar”. Orang kecil itu
amat peka terhadap moralitas. Bau kejahatan sekecil apapun akan
tercium. Orang kecil adalah barometer moral yang paling peka. Dan
moralitas inilah hal yang mereka pentingkan dalam hidup. Cita-cita
hidupnya hanya menjadi orang biasa sebaik mungkin. Menghindari
kesalahan. Pantang melanggar aturan apa pun.


Orang kecil amat peka pula pada kehidupan akhirat. Hidup
harus lurus, bersih, sederhana, tidak “neko-neko”, jujur
seadanya,
tidak punya mimpi tinggi, semua itu dipegang agar
kelak selamat.
Orang kecil rata-rata amat religius. Dunia
ini persiapan untuk akhirat.


Orang kecil hidupnya tenang. Mereka tidak punya ambisi mengubah masyarakat,
mengubah dunia, mengubah orang lain. Mereka menerima kenyataan
seperti apa adanya.Mereka menerima akibat perbuatan dari orang-orang
besar.


Orang kecil hidup tenang, damai, tenteram menerima dan relatif bahagia.

Kedamaian hidup itu juga dapat dimiliki oleh orang-orang besar, jika saja
mereka tidak dibelenggu oleh kekayaan, kepangkatan dan ketenaran
hidupnya. Orang yang termahsyur oleh kecerdasannya juga dapat hidup tenang kalau
bersikap sederhana seperti orang kecil.


Orang-orang besar itu hanya sementara. Kekayaan itu sementara. Begitu pula
pangkat dan keterkenalan. Semua akan lewat dan tak bisa dimiliki
terus-menerus. Kalau sikap orang-orang besar dan orang-orang penting
ini tidak peduli terhadap kesementaraan kepemilikannnya, maka mereka
akan terbebas dari belenggu ketidakbahagiaan.


Orang besar yang bersikap seperti orang kecil inilah yang langka.
Kebanyakan orang besar memang bersikap seperti layaknya orang besar.
Bahkan ada orang-orang tak besar bersikap sok besar. Inilah godaan
duniawi yang serba nisbi dan sementara itu. Maka
belajarlah dari orang kecil. Jadilah orang besar yang bersikap
seperti orang kecil.



Dikutip dari buku:
-Menjadi Manusia- ,
karya Jakob Sumardjo